Sabtu, 01 Maret 2014

FUSTUN

FUSTUN



Anak saya paling kecil mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki kakak-kakaknya. Kalau para seniornya senang belajar, suka membaca, dan -kalau tidak sedang sekolah- banyak tinggal di dalam rumah atau bermain dengan teman-temannya; si bungsu tidak suka belajar, tak senang membaca, dan waktunya dia habiskan di luar rumah dengan hewan peliharaannya.

Bila, Isal, dan Iki; senang membawa dan mengajak teman-teman sekolah mereka menginap di rumahnya yang berada di tepi sawah; Apik lebih suka membawa banyak jenis binatang ke dalam dan ke halaman rumah.

Kalau tiga anak pertama kami, prestasi  akademiknya, alhamdulillah, menggembirakan; anak keempat ini, setiap masa pembagian buku rapor, mau kenaikan kas; selalu mendebarkan. Anak ketiga dan keempat, hingga tiga tahun lalu, berada dalam sekolah yang sama. Saat pembagian buku nilai hasil belajar, ibu anak-anak, memilih kelas untuk anak ketiga. Anak keempat diserahkan kepada saya. Sudah terlalu sering dia dipanggil pihak sekolah sehubungan dengan parahnya prestasi belajar dan aktivitas keseharian di sekolah yang tidak jarang membuat orang lain terganggu. Untung saja, sekolah itu, selain sangat memperhatikan kemajuan pelajaran di dalam kelas para anak didik, keunggulan ekstra kurikuler dari anak-anak pun diapresiasi.

Jika dalam hal nilai-nilai pelajaran anak bontot ini, di kelasnya, selama bertahun-tahun, menduduki posisi nomor satu dari bawah; dalam kegiatan luar kelas ia pernah menjadi juara satu! Dia mendapat piala untuk kepiawaiannya itu. Apik menjuarai lomba lari cepat. Untuk bisa pintar lari, dia tidak begitu memerlukan latihan khusus. Tempat tinggal kami yang berada di area pesawahan dengan halaman luas, dan pekerjaan dia hari-hari mengejar binatang peliharannya, adalah lebih dari sekadar latihan olah raga lari.

Ada juga penghargaan lainnya yang dia terima dari pihak sekolah. Sekolah Dasar Islam Terpadu Insantama, tempat anak kami sekolah itu, setiap menjelang liburan panjang, seusai masa-masa ulangan umum; mengadakan IMD: Insantama Market Day. Para murid dipersilakan belajar berniaga di halaman sekolah. Anak-anak yang imut-imut itu, yang biasanya suka merengek kepada para ibunya, hari itu, sebagian dari mereka menjadi pedagang. Ada kerajinan tangan, alat-alat tulis, kue-kue, dan macam-macam dagangan lainnya yang mereka jajakan. Mirip bazarlah. Inilah kegiatan sekolah yang anak kami paling sukai.

Jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan acara jualan, ia sudah mempersiapkan barang-barang dagangannya. Jika teman-temannya menjual buku, bull point, pensil, dan penghapus; atau beberapa jenis kerajian tangan dan makanan yang semuanya berupa benda benda mati; anak kami yang rada hiper aktif ini, menjual makhluk hidup! Ia jual bebek, kelinci, hamster, dan ayam. Dalam setiap acara IMD, hampir bisa dipastikan, peserta yang paling banyak mendapat pembelian dengan penghasilan terbanyak adalah pedagang binatang-binatang ternak itu.  Dalam setiap acara ini, jenis hewan yang dia jual senantiasa bervariasi. Akan tetapi, ada jenis binatang yang hampir senantiasa ada dalam daftar jualannya. Binatang itu adalah ayam.

Beberapa jenis ayam pernah anak ini pelihara di rumah. Ada ayam negeri, ayam bangkok, ayam arab, ayam ketawa, ayam hutan, ayam kate, ayam pelung, ayam kapas, ayam cemani, dan, tentu saja ayam kampung. Jenis ayam terakhir ini, walau dalam bentuk atau potongannya standar saja, tapi bagi para penikmat daging, kabarnya, daging ayam kampung paling nikmat.

Barangkali karena rasanya sing uenak tenan iku, nama ayam kampung, sering pula digunakan untuk yang "lezat-lezat" lainnya. Dalam pergaulan laki-laki nakal, nama ini dipakai menjadi istilah yang tak sedap didengar. Sebutan jenis ayam ini digunakan bagi wanita tertentu yang suka dikonsumsi" pria yang hidungnya berwarna-warni. Di Mesir, kaum laki-laki yang matanya banyak, kayak lubang  dalam bambu anyam wadah buah-buahan, menyebut jenis "ayam" ini dengan fustun.

Berbicara hal fustun, Metrotvnes.com memberitakan, “Fustun merupakan kata dalam bahasa Arab yang biasa digunakan sebagai bahasa keseharian. Arti halus dari kata fustun sendiri adalah perempuan yang molek, modern.” Kata fustun boleh jadi berasal dari “Pasthun”, nama suku di Pakistan yang mendiami provinsi North West Frontier dan terkenal dengan para gadisnya yang cantik-cantik, tetapi sangat ketat dan sulit untuk bisa dilihat lawan jenis. Akan tetapi, orang-orang Mesir atau para lelaki yang pernah belajar di negeri itu dan mempunyai tabiat yang kurang baik, menggunakan itu istilah untuk  “ayam kampung”.  Kata “fustun”, baru-baru ini muncul dalam banyak media dan berkonotasi negatif.


“Dan pada hari itu kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk melihat buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan. Allah berfirman, ‘Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan.’”


Catatan amal itu dibacakan di hadapan pelakunya. Pada hari itu betapa malunya seorang suami atau istri yang pernah melakukan perbuatan tidak terpuji, karena pasangan haramnya beserta saksi-saksinya akan dihadirkan ke hadapan mereka. Betapa malunya pejabat yang suka merampas hak rakyat atau makan suap, sebab uang yang dia sikat beserta orang-orang yang diambil haknya akan di hadirkan di hadapan itu penjahat. Nauudzubillaahi min dzaalik!




Dalam perjalanan Bogor-Jakarta, 28 Mei 2013.

Salam,
jr

Tidak ada komentar:

Posting Komentar